Kembali ke semua tulisan

Memetik Inpirasi di KBA Tabek Talang Babungo

Diterbitkan pada 15 Agustus 2025

Oleh: Emen

1 menit baca
general
Memetik Inpirasi di KBA Tabek Talang Babungo

Entah kapan terakhir kali Saya dan teman-teman blogger di Kota Padang yang tergabung di Komunitas Blogger Palanta, terlibat event bareng. Mengingatnya, rasanya kurang lebih seperti menggali buku-buku lama dalam perspustakaan.

Saya, senang banget ketika salah satu agency menghubungi dan mengajak untuk ikut dalam sebuah event. Dan ini seperti sebuah kebetulan, tapi mempercayainya sebagai sebuah kebetulan juga — gimana ya jelasinnya. Kalian bayangin aja, Saya baru perbaiki blog, rapiin semuanya, lalu boom — ada ajakan event buat blogger.

Tapi, kita persingkat saja intro ini. Jadi, sekitar awal agustus lalu Astra mengadakan sebuah event, dalam rangka menuju event besar mereka Anugerah Pewarta dan Pewarta Foto tahun 2025.

Di Sumatera Barat, mereka mengajak Pewarta Foto, Jurnalis dan Blogger untuk berkunjung dan melihat langsung KBA (Kampung Berseri Astra) di Jorong Tabek, Nagari Talang Babungo di Kabupaten Solok, yang bisa dibilang sebuah desa binaan Astra melalui dana CSR mereka.

Ketika mendapat informasi awal, Saya yang udah lama gak terlibat lagi dalam dunia jurnalistik, jujur nggak tau dengan KBA Tabek, Talang Babungo ini, yang ternyata sudah lama ada dan menjadi salah satu desa wisata yang sering dikunjungi. Jadi, ini adalah kali pertama saya berkunjung.

Dari Kota Padang, kurang lebih kita akan menghabiskan 3 jam++ perjalanan menggunakan kendaraan roda empat. Tentu saja perjalanan panjang ini tidak akan membosankan, karena sepanjang perjalanan kita akan disugugi pemandangan indah yang gak ada habisnya.

Saya, dan teman-teman Blogger Palanta dari Padang berangkat sebanyak 8 orang. Ada Saya, Aul, Reza, Yonnie, Kak Nita, Eka, Puja dan Ujib, lalu disusul Bang Kiem yang berangkat dari Bukittinggi sendiri menggunakan motor. Karena kami sedikit jadilah kami bergabung dalam satu kendaraan.

KBA Tabek, Talang Babungo dan Heroisme Keluar dari Kegelapan

Salah satu sudut pemandangan di KBA Tabek, Talang Babungo.

Pertama kali sampai, Kami disuguhkan pemandangan indah, seperti layaknya banyak desa-desa di Sumatera Barat. Di satu sisi menyajikan sawah dan di sisi lain pemandangan gunung dan bukit yang megah.

Dalam hati saya ketika pertama kali sampai, pertanyaan yang kemudian muncul “apa yang membuat desa ini istimewa?”

Singkat cerita, ternyata warga desa menyiapkan acara khusus untuk semua rombongan Kami yang datang di sebuah Madrasah Ibtidaiyah Swaswa (MIS) dan menjadi lokasi pusat kegiatan kali ini. Lengkap, mulai dari tarian, hingga kuliner khas Jorong Tabek.

Selain Kuliner dan alamnya, sampai acara sambutan selesai pertanyaan saya tadi masih belum terjawab. Karena kalau kuliner dan kesenian banyak daerah di Sumbar punya kekhasasan sendiri. Tapi, apa yang istimewa.

Setelah, acara penyambutan khusus bagi rombongan, seluruh peserta yang hadir mulai Pewarta Foto, Jurnalis dan Blogger masuk dalam kelas yang sudah disiapkan. Di hadapan Kami hadir Wali Jorong, Pak Kasri dan Perwakilan Astra.

Pak Kasri Pemantik Inspirasi

Setelah Wali Jorong memberikan sambutan, saya masih belum menemukan jawaban yang memuaskan dari pertanyaan tadi. Sampai giliran Pak Kasri berbicara.

Pak Kasri berdiri memegang mic. Badannya yang gempal, tinggi dan berisi mencerminkan fisiknya yang kokoh di masa muda. Suaranya berat memberikan ia wibawa yang tidak dipunyai orang-orang di ruangan itu.

Beliau mulai bercerita, maka di sinilah telinga Saya tegak, karena ceritanya begitu menarik. Dari cerita Pak Kasri ternyata dulunya Jorong Tabek termasuk salah satu desa yang cukup tertinggal pada masanya.

Dari berbagai aspek, menurut cerita Pak Kasri, Jorong Tabek bahkan bisa dikatakan termiskin kala itu di Kabupaten Solok. Bahkan di kampung itu tak ada sarjana dulunya.

Dari semua masalah yang dihadapi, ada beberapa hal yang dilakukan warga Jorong Tabek yang digerakkan oleh Pak Kasri yang menurut saya malah sangat menarik.

Memecah Jorong Menjadi Sistem Zonasi

Jadi, salah satu cara memudahkan memecahkan dan mengontrol Jorong (Dusun), dibagilah Jorong Tabek menjadi 11 Zona Hijau dengan fokus kegiatan berbeda-beda.

Di setiap zona, terdiri dari kurang lebih 40 Kepala Keluarga, dan dipimpin oleh satu orang koordinator yang berkoordinasi langsung dengan Wali Jorong.

Ketika mendengar pemaparan dari Pak Kasri, saya ketika mendengar ide ini dalam hati, “wah, cerdik juga. kayak otonomi daerah”.

Sebenarnya dalam manajemen ini ide sederhana yang brilian. Karena membagi kampung menjadi 11 zona yang relatif lebih kecil cakupannya, membuat kontrol dan pemecahan masalah menjadi lebih cepat.

Selain itu, dengan adanya koordinator di masing-masing Zona juga memungkinkan warga Zona lebih bisa bertanggung jawab dan menyelesaikan masalah yang lebih kecil.

Mulai dari Pendidikan

Rumah Pintar yang jadi pondasi awal kebangkitan Jorong Tabek, Talang Babungo.

Saat Kami sampai, titik kami turun dari mobil tepat di depan sebuah bangunan dengan konsep Rumah Panggung dengan gonjong. Karena kalau saya sebut Rumah Gadang, jelas ini berbeda. Meskipun tetap memakai gonjong dan struktur Rumah Gadang.

Setelah mendengar penjelasan dan cerita Pak Kasri, barulah saya tau ternyata itu adalah Rumah Pintar. Sebuah pilar pertama yang dibangun dan diperkuat di Jorong Tabek dan menjadi pondasi bangkitnya Jorong Tabek.

Di sesi tur keliling Jorong Tabek, saya dan teman-teman berkesempatan naik dan masuk ke Rumah Pintar. Di sana banyak berkumpul anak-anak membaca buku. Ada yang sendiri, ada yang bersama temannya dan ada juga yang bersama dengan mahasiswa KKN.

Mereka memenuhi sudut-sudut Rumah Pintar dengan membaca buku. Menurut salah satu warga yang, seorang ibu (yang saya lupa namanya), Rumah Pintar ini adalah pusat kegiatan, komando, aktivitas Jorong Tabek. Semua berkumpul, dimusyawarhkan dan diputuskan di Rumah Pintar.

Tak sekedar nama, Rumah Pintar juga berisi piagam, piala, serta sertifikat prestasi Jorong Tabek serta anak-anak serta pemuda mereka.

Menurut Pak Kasri, membangun Rumah Pintar ini tidaklah mudah, penuh dengan tantangan fisik dan psikis. Dari segi fisik, Rumah Pintar ini ditopang oleh tiang dari batang Nira yang satu tiangnya sangat berat.

Bahkan saya coba konfirmasi ke beberapa ibu-ibu dan warga lain, gotong royong untuk mendirikan Rumah Pintar secara fisik tidak hanya dilakukan laki-laki, tapi juga perempuan dan ibu-ibu Jorong Tabek.

Rumah Pintar serta memulai dari pendidikan, Jorong Tabek kini sudah memetik hasilnya. Kini, setiap rumah sudah mempunyai sarjana dan mahasiswa, bahkan ada yang meraih beasiswa ke luar negeri.

Keseruan dan Ketidakpuasan

Jujur perjalanan ke Jorong Tabek seru sekaligus tidak memuaskan buat saya pribadi. Masih banyak cerita menarik yang ingin sekali saya gali dan ceritakan.

Kami tidak hanya ke Rumah Pintar, tapi juga berkeliling ke berbagai tempat penting di Jorong Tabek. Seperti melihat produksi gula semut.

Mencoba penggilingan tebu tenaga manusia, melihat ibu-ibu jorong tabek menumbuk emping, dan mencoba langsung emping tersebut, sebuah makanan tradisional yang kini jarang dijumpai namun masih ada di Jorong Tabek.

Rasanya, saya masih ingin mendengar lebih banyak cerita tentang Jorong Tabek, tentang perjuangan Pak Kasri, tentang gejolak batin warga dalam proses mereka bergerak untuk bangkit.

Dan yang jelas, semoga ini bukan tulisan satu-satunya tentang KBA Tabek, Talang Babungo.


Bagaimana perasaanmu setelah membaca ini?

Memuat reaksi...

© 2025 Emen. All rights reserved.