Kembali ke semua tulisan

Prinsip Gelas Setengah Penuh Dalam Menggunakan AI

Diterbitkan pada 20 Juli 2025

Oleh: Emen

1 menit baca
AI

Kita sudah berada pada kondisi di mana penggunaan AI tidak bisa dihindari lagi, terutama di industri kreatif dan yang berhubungan dengan digital.

Penggunaan AI semakin masif, mulai dari perusahaan-perusahaan multinasional hingga level UMKM dan pemerintahan.

Tentu saja, dampak yang dirasakan sejauh ini adalah kemudahan-kemudahan dan terbantunya banyak pekerjaan dengan AI. Proses yang lebih cepat, ide yang lebih banyak. Efektif dan efisien.

Tapi, terlalu banyak yang terpukau sama kemampuan AI sampai lupa cara kerjanya dan bagaimana seharusnya kita menggunakannya dengan maksimal.

Prinsip Gelas Setengah Penuh

Gue teringat saat pertama kali berkecimpung di dunia media dan jurnalistik, gue dikenalkan dengan prinsip Gelas Setengah Penuh.

Prinsip ini sejatinya mengajarkan bahwa sebagai seorang “jurnalis” kita nggak boleh dalam keadaan kosong dan tidak boleh juga dalam keadaan penuh. Dalam konteks ini informasi yang kita gali, atau berhadapan dengan narasumber.

Artinya kita sudah punya bekal informasi awal terhadap informasi yang mau kita gali, atau narasumber yang mau kita wawancarai. Tapi ini tidak penuh, ada ruang kosong yang tetap kita butuhkan agar menjadi utuh.

Ruang kosong yang tersisa dalam gelas adalah informasi yang kita cari, untuk menyempurnakan apa yang kita punya.

Sementara isi yang sudah ada adalah bekal yang membuat kita tidak gampang dibohongi, karena kita sudah punya bekal.

Begitu juga dalam menggunakan AI, sebaiknya dalam meminta AI kita sudah punya bekal atau dasar ilmunya, entah dari buku, podcast, jurnal atau lainnya.

Sehingga kita tidak gampang disetir dan langsung percaya kepada hasil yang disajikan oleh AI.

Pentingnya Paham Cara Kerja AI

Bahasan di atas punya korelasi yang penting agar kita paham cara kerja AI itu sendiri, alih-alih terpukau sama hasilnya yang keliatan wow.

AI hari ini, itu menghasilkan data dari data training. Artinya AI (dalam konteks ini LLM) itu dilatih dengan jumlah data yang sangat besar sehingga menghasilkan jawaban seolah-oleh dia ngomong sama kita.

Singkatnya, AI menghasilkan jawaban bukan dari proses berpikir, tapi memprediksi kata.

Itulah kenapa kita tetap harus skeptis, terhadap data-data atau teks yang dihasilkan oleh AI. Karena ada kemungkinan data untuk trainingnya salah atau bahkan prediksi katanya dalam menghasilkan jawaban kurang akurat.

Gunakan AI Untuk Belajar

Pengetahuan yang sudah dimasukkan ke dalam AI sebagai bahan training itu luar biasa banyaknya, dan mungkin itu adalah jumlah pengetahuan tak terbatas sejauh ini ada dalam AI.

Saya setuju dengan statement Ferry Irwandi di salah satu insta storynya waktu itu, bahwa AI itu paling powerfull digunakan untuk belajar.

Karena, kita bisa belajar pengatahuan apapun di dunia ini dari AI karena dia punya semua itu.

Kesimpulan

Karena AI nggak 100% benar, maka ujungnya tetap ada di kita. Kitalah yang bisa memfilter apakah menggunakan hasil dari AI, percaya sepenuhnya, atau skeptis dan hasil akhir tetap dari pikiran kita.


Bagaimana perasaanmu setelah membaca ini?

Memuat reaksi...

© 2025 Emen. All rights reserved.